Awak mungkin juga kalian, pasti tersenyum kalau
mengenang masa-masa di sekolah dulu. Sama seperti kalian dulu, awak juga punya
masa-masa yang indah untuk dikenang. Punya temen sekelas yang punya IQ dibawah
rata-rata adalah hal yang paling indah, sebab awak yakin awak tidak sendiri di
dunia ini. Temen-temen awak beragam jenisnya, mulai dari tingkatan volume otak
yang rendah sampai ke manusia normal. Ada temen awak yang bisa naik tangga
dengan menggunakan satu kaki, ada yang bisa makan bakwan 1, cabe rawitnya 6 biji,
yang paling normal adalah masih ada temen awak yang masih di anterin emaknya
sampe depan kelas.
Awak
sebenarnya dekat sama semua temen-temen di kelas, tapi ada dua orang yang emang
paling deket sama awak, namanya Joko dan yang satu lagi Amang. Joko adalah
putra asli jawa tapi gak lahir di jawa dan tak semanis gula jawa. Bahasanya
yang medok menjadikan dia mirip salah satu pelawak srimulat. Dan yang satu lagi
(si Amang) mukanya mirip tukang tikam, tapi humoris, sangar, lasak, asli orang
batak. Walaupun keduanya tidak seganteng awak, but Friends are friends, not
because of only appearance.
Sebenarnya
yang buat kami akrab adalah bukan karena kami sama-sama gak laku, atau
sama-sama alumnus SLB Anggrek yang ada di simpang jalan. melainkan karena rumah
kami bertiga saling berdekatan. Dan tiap pulang pergi dan pulang sekolah kami
naik sudako bareng. Banyak kenangan terukir bareng mereka. Salah satunya….
Suatu hari di akhir semester 1.
Awak, Joko dan Amang udah bubaran sekolah dari
setengah jam yang lalu,anak-anak kelas X yang lain juga uda minggat kerumah
masing-masing. tapi entah kenapa siang ini awak memang males pulang ke rumah
cepat-cepat. Jadilah kami main catur di kedai kopi samping halte (Tak patut
ditiru. Semua orang tau kalo gak ngelakuin hal-hal yang di luar norma dan
nilai, bukanlah anak SMA. “Namanya anak SMA” pasti kalimat itu yang terucap
untuk memaklumi semua perbuatan abnormal yang dilakukan para anak SMA
“beruntunglah kita wahai anak SMA”). Kita bisa melakukan tindakan2 yang
berada di luar nalar. Tidur, waktu pelajaran kimia berlangsung, nonton bokep
dikelas bahasa, atau yang lebih spektakuler ada salah satu kawan awak kentut di
lab biologi. Khusus kejadian “buang angin” ini, satu kelas di sidang di ruang
BP karena gak ada yang ngaku. Semuanya indah di SMA. Bahkan ada kawan awak yang
sampai 5 tahun berada di bangku SMA. Belakangan awak tau kalau dia memang
tinggal kelas)
Balik
lagi ke cerita,
“Kita
pulang sore aja lah, Pot” usul si Amang, dulu pas SMA awak di panggil Dapot.
Amang
emang paling males pulang ke rumah, dahulu awak sempet menebak alasan mengapa
dia sering males pulang ke rumah. Pertama, dia adalah anak tiri dan di rumah
selalu mendapat siksaan. Kedua, Amang adalah remaja batak yang hiperaktif
menjurus gila, dan ibu bapaknya memasung dia di rumah. Tapi karena uda kenal lama, ternyata hipotesis
awak salah, dia baik-baik aja, tidak tampak bekas sulutan api rokok atau bekas
luka strikaan yang awak lihat. Alasan Amang males pulang adalah dia gak mau
disuruh tidur siang sama mamaknya. Kasian.
“Ia,
Pot, aku pun lagi males pulang” Joko menimpali.
Awak
ngangguk.
MMM
Beberapa
jam kami lewati dengan bermain catur. Sampai jam tangan awak menunjukan pukul
5.
“Woy,
udah jam 5 ni” kata awak sambil mensikut Amang yang masih konsen ke papan
catur. Joko melirik jam di ponselnya.
“Ia,
Mang. Balik yok” Joko bangkit.
“Hmmm”
Amang malas-malasan.
Amang
tak bicara lagi, mengikuti awak dan Joko menuju halte. Amang mirip kerbau
babi yang dicolok pantatnya.
Sudah 15 menitan nunggu, angkot yang kami
nanti-nanti tak kunjung datang, ada yang lewat beberapa kali tak menghiraukan.
Awak resah, Joko gundah (kalaulah dulu uda ada Twitter, Joko pasti nge-twitt
“GALAU GULANA”), Amang senang. Angkot penuh dengan orang-orang pulang kerja.
Ini lagi satu tips buat para anak sekolah, ankoters[1].
Jangan tidor siang hari, nanti kalah lomba lari, lho..ko’? yang betul adalah
“Jangan pernah pulang sekolah sore kalo gak mendesak” saingan kita berat, Bre.
Para supir angkot yang kejar setoran lebih milih ngangkut orang kerja yang
ongkosnya Rp 3000, dibandingkan anak sekolahan yang ongkosnya Cuma seribu lima
ratus perak.
Akhirnya setelah menunggu hampir setengah jam, awak
dan kedua anak sekolah stress ini dapet angkot juga, berjenis Sudako. Pas
memang, gak ada orang kerja, tapi diganti dengan inang-inang yang pulang dari
Sambu. Amang tekepet diantara
inang-inang, hilang premannya. Awak dan Joko duduk di bangku tempel. Amang yang biasanya ribut sekarang diam, ntah
dia mual nyium ekstrak keringet inang-inang atau dia nahan berak. Hanya tuhan
yang tau.
Beberapa
menit melewati perjalan pulang yang memualkan, kami sampai juga di simpang
rumah. Kali ini gak pakai “Pingger, Bang”, karena sudako sedikit lebih Hi-Tech, untuk memberi tahu supir
penumpang akan berhenti, cukup menekan tombol yang mirip “mata bisol” di
langit-langit sudako. Sudako merapat. Kaki awak menyentuh aspal, diikuti Joko
dan Amang. Amang pucet, langsung kayak orang kebanyakan minum tuak, tenggen ke pinggir jalan. Apa yang
terjadi? Si Amang berhasil muntah.
Otak
kami yang sedikit dan berkuah menjadikan kami Cuma ketawak kegirangan ngelihat
Amang muntah, (maaf ya, Mang. Dulu awak belum pinter kaya sekarang, sekarang
awak udah ngerti kalau operasi kelamin di Thailand lebih murah dibanding di
Eropa )
Supir
sudako diam dan memandangi Amang dari balik steer , mungkin dia merasa bersalah
karena secara tidak langsung turut andil atas keluarnya isi perut Amang.
“Gak,
papa ko’ pak, dia Cuma masuk angin tadi malam begadang, neneknya tunangan” kata
awak pada pak supir, berusaha menenangkannya.
Alis
pak supir mengerit. “Bukan itu kutanya’, ongkos Klen mana? Buat lama aja” jawabnya datar.
Awak,
Joko, Amang (udah berenti muntahnya) melengos…..anti klimaks.
JLJ
Sekarang
Joko kerja di salah satu bimbel di daerah Multatuli, sedangkan Amang satu
kuliahan sama awak.
Saat
ini awak udah jarang kumpul bareng mereka. Lewat tulisan ini awak mau bilang ke
mereka…..
Ibarat
sebuah puzzle, tidak ada sepotong kecil kenangan yang kita buat, awak
hilangkan. Berserak? Pasti. Tapi awak yakin suatu hari nanti kita akan
menyusunnya bersama.
0 komentar: